Respons KSAD soal Mahfud sebut aparat "backing" tambang ilegal
“Aparat bisa juga aparatur sipil, ya, belum lengkap itu,” kata Maruli saat
konferensi pers di Mabesad, Jakarta Pusat, Senin.
Maruli menyebut pernyataan Mahfud soal aparat belum lengkap. Pasalnya, menurut
dia, istilah “aparat” bisa merujuk ke banyak hal, sehingga ia mempertanyakan
aparat mana yang dimaksud Mahfud.
“Jadi, ya saya bilang begitu, aparat itu yang mana?” ujarnya.
Menurut Maruli, TNI AD telah menerapkan asas hukum kepada setiap prajurit. Ia
meyakini pihaknya tidak berani melakukan sesuatu yang melanggar hukum, termasuk
menyokongi pertambangan ilegal.
“Jadi, kita sulit juga lah di zaman sekarang ini, terus terang saja, kalau
misalnya kita begitu-begitu, masuk video kita takut sekarang ini. Jadi, enggak
seberani itu lagi kita. kita sudah mulai. Memang kadang-kadang hukum itu akan
taat setelah ada pemaksaan,” ujarnya.
“Kalau kita bermain-main dengan tambang begitu menjaga-menjaga, difoto, saya
yakin responsnya cepat ini,” sambung KSAD.
Selain itu, Maruli mengaku pihaknya tidak tahu menahu soal kewenangan legalitas
pertambangan. Namun, ia mempersilakan semua pihak untuk melapor jika memang
ditemukan adanya indikasi prajurit yang berbuat demikian.
“Karena yang mempunyai kewenangan itu sebetulnya kan dari kementerian yang
memberikan secara hukum, secara legalitas. Kami enggak tahu sebetulnya. Tapi
kalau itu ada arah indikasi ke sana, ya, silakan dilaporkan,” tutur Maruli.
Lebih lanjut Maruli mengatakan, prajurit yang terbukti menyokongi tambang
ilegal akan disanksi, sebagaimana kasus-kasus terdahulu.
“Saya kira laporan seperti ini ada masa sekitar berapa tahun yang lalu tentara
ikut dalam penambangan-penambangan ini. Itu banyak yang dicabut jabatannya,
anggota-anggota juga banyak, sehingga menurut apa yang kita dapatkan informasi
sekarang ini, sangat drastis menurun untuk yang mengurus-mengurus hal
tersebut,” katanya.
Sebelumnya, Mahfud MD, saat debat keempat yang diselenggarakan KPU RI di
Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (21/1) malam, mengatakan bahwa mencabut
izin usaha pertambangan (IUP) tidak mudah dilakukan karena banyak mafianya.
“‘Cabut saja IUP-nya’, nah itu masalahnya. Mencabut IUP itu banyak mafianya,
banyak mafianya. Saya sudah mengirim tim ke lapangan, ditolak, sudah putusan
Mahkamah Agung. Itu begitu. Bahkan KPK seminggu lalu mengatakan untuk
pertambangan di Indonesia itu banyak sekali yang ilegal dan itu di-backing oleh
aparat-aparat dan pejabat. Itu masalahnya,” kata Mahfud. (wnn/zamTGD)
Sumber : ANTARA/Fath Putra Mulya.
Pewarta: Fath Putra
Mulya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024